BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Dalam makalah ini
yaitu membahas tentang Teori Belajar menurut Aliran Behavioristik dan Landasan
Filosofisnya,sebagai kajian mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Dalam dunia pendidikan, teori dan praktik pendidikan dipengaruhi
oleh aliran filsafat pendidikan. Beberapa aliran filsafat pendidikan yang dapat
diaplikasikan dalam sistem pembelajaran adalah teori behavioristik, teori
kognitif, dan teori
konstruktivisme. Dua aliran filsafat
pendidikan yang memengaruhi arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dewasa ini adalah aliran behavioristik dan kognitif-konstruktivistik. aliran
behavioristik menekankan terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar, sedangkan aliran kognitif-konstruktivistik lebih menekankan
pembentukan perilaku internal yang sangat memengaruhi perilaku yang tampak itu.
Oleh karenanya, dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Belajar
dan Pembelajaran kelompok kami menyusun
makalah Tepri Belajar menrut Aliran Behavioristik dan Landasan filosofisnya
yang juga dilatar belakangi oleh rasa ingin tahu kami yang ingin mengetahui
lebih lanjut lagi tentang Teori Behavioristik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar Behavioristik
Teori
Belajar behavioristik adalah teori
belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus
dan respon. Teori Behavioristik merupakan
sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah segala hal
yang diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu sesuatu
yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan tingkah
laku tersebut terjadi atau tidak.
2.2 Teori Belajar yang Berpijak pada Pandangan Behaviorisme
Behaviarisme merupaka salah satu pendekatan
untuk memahami perilaku individu baik, verbal maupun non verbal yang dapat
diobservasi secara langsung dengan menggunakan metode pelatihan, pembiasaan dan
pengalaman. Pandangan ini menekankan bahwa perilaku harus dapat dijelaskan
dengan pengalaman-penglaman yang
terobservasi , bukan oleh proses mental. Jadi, beristiwa belajar berarti
untuk melatih reflex-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasan yang
dikuasai individu. Teori ini tidak menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan
hubungan antara stimulus dan respon, hal ini tidak dapat menjawab hal-hal yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan
responnya.
Teori behaviorisme
dengan model hubungan stimulus-respon,mendudukan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Teori behaviorisme sering kali tidak dapat menjelaskan
situasi belajar yang kompleks,padahal banyak variable atau hal-hal yang
berkaitan denga belajar yang tidak hanya sekedar hubungan stimulus dan respon.
Ciri teori ini mengutamakan unsure-unsur dan bagian kecil,bersifat
mekanistik,menekankankan peranan lingkungan,mementingkan pembentukan reaksi
atau respon,menekakan pentingnya latihan,mementingan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan
hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.Teori
belajar behaviorisme ini lebih menekankan pada tingkah laku manusia dan
memandang individu sebagai makhluk reatif yang memberi respon terhadap
lingkungan.pengalaman dan latihan akan membentuk perilaku mereka.
Faktor lain yang
dianggap penting oleh aliran behaviorisme adalah factor penguatan
(reinforcement) dan hukuman (punishment). Jika penguatan ditambah (positive
reinforcement),respon yang diharapkan akan semakin kuat. Jika penguatan
dikurangi/dihilangkan(negative/reinforcement),respon akan semakin kuat. Jika
hukuman diberikan,respon yang diharapkan akan semakin kuat dan respon yang
tidak diharapkan akan semakin menghilang. Tokoh penting dalam teori belajar
behaviorisme secara teoritik antara lain adalah :
Pavlov.Skinner,E.L.Thorndke,dan E.R.Guthrie.
1.
Pavlov
Ivan Pavlov
terkenal dengan teori kondisioning klasik(classical conditioning),yait sejenis pembelajaran
dimana sebuah organisme belajar untuk menghubungkan atau mengasosiasikan
stimulus dengan respon. Dalam pengkondisian klasik,sebuah stimulus netral
(contoh:bel) menjadi diasosiasikan dengan stimulus yang mempunyai
makna(contoh:makana) dan mendatangkan kepastian untuk mendatangkan respon yang
sama. Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami
bahwa ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut
adalah stimulus yang tdak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS),yaitu
stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan
pembelajaran apa pun (contoh:makanan) dan stimulus terkondisi (conditioned
stimimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat netral,akhirnya
mendatangakan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan
stimulus tidak terkondisi(contoh:suara bel sebelum makan dating).
Dua respon tersebut
adalah respon yang tidak terkondisi (unconditioned respon-UCS), yaitu sebuah
respon yang tidak terkondisi (contoh:keluarnya air liur anjing setelah melihat
makanan) dan respon bterkondisi(conditioned respon-CR), yaitu sebuah respon
yang dipelajari terhadap stimulus yang terkondisi yang terjadi setelah
terkondidi dipasangkan dengan stimulus terkondisi(contoh:keluarnya air liur
anjing setelah melihat makanan yang bersama dengan suara bel).
Generalisasi,Deskriminasi,dan Pembelajaran
Faktor lain yang
juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Generalisasi. Dalam mempelajari respon
terhadap stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan air liur begitu mendengar
suara-suara yang mirirp dengan bel,
contoh suara peluit (karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan
dengan makanan). Jadi,generalisasi melibatkan kecenderungan dari stimulus baru
yang serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa.
Contoh, seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian
yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika,
peserta didik tersbut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama
berupa hitungan. Jadi kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari
melakukan ujian mata pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Deskriminasi.
Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya.
Pavlov memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah
bunyi yang lain untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian
dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika
menghadapi ujian bahasa Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek
yang berbeda.
Pelemahan
(extincition). proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara
menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang,
tetapi tidak disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel,
anjing tidak mngeluarkan air liur. Contoh, kritikan guru yang terus menerus
pada hasil ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi belajar.
Padahal, sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan
sangat termotivasi belajar.
Dalam bidang
pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan sikap yang
menguntungkan terhadap pesrta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru
untuk melatih kebiasaan positif pesrta didik.
2. Skinner
B.F.Skinner terkenal dengan teori
pengkondisia operan (operant
conditioning) atau juga disebut pengkondisian instrumental (instrumental conditioning), yaitu suatu
bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku menghasilkan berbagai
kemungkinan terjadinya perilaku tersebut. Penggunaan konsekuensi yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku itulah yang
disebut dengan pengkondisian operan.
Prinsip teori Skinner ini adalah
hukum akibat, penguatan atau penghargaan,dan konsekuensi. Prinsip hukum akibat
menjelaskan bahwa perilaku yang diikuti hasil positif akan diperkuat dan
perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah. Penguatan merupakan suatu
konsekuensi yang meningkatkan peluang terjadinya suatu perilaku. Konsekuensi
adalah suatu kondisi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang terjadi
setelah perilaku dan memengaruhi frekuensi prilaku pada waktu yang akan dating.
Konsekuensi yang menyenangkan disebut tindakan penguatan dan konsekuensi yang
tidak menyenangkan disebut hukuman.
a.
Penguatan (Reinforcement)
Menurut Skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku
diperlukan suatu penguatan (reinforcement).
Ada juga jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan negative.
Ø
Penguatan positif (positive reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi
dari suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang
mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena
diikuti oleh stimulus menyenangkan. Contoh, peserta didik yang selalu rajin
belajar sehingga mendapat rangking satu akan diberi hadiah sepeda oleh orang
tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar
sehingga menjadi rangking satu dan penguatan positif/stimulus menyenangkan
adalah pemberian sepeda.
Ø
Penguatan negatif (negatve reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi
dari suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang
tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan.
Contoh, pesreta didik sering bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik
terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan
sering bertanta. Jadi, perilaku yang ingin di ulangi atau ditingkatkan adlah
sering bertanya dan stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan
adalah kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya
karena guru tidak mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
b.
Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu suatu
konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya suatu perilaku. Jadi, perilaku
yang tidak diharapkan akan menurun atau bahkan hilang karena diberikan suatu
stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik yang berperilaku
mencontek akan diberikan sanksi, yaitu jawabannya tidak diperiksa dan nilainya
0 (stimulus yang tidak menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan
adalah perilaku mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus
yang tidak menyenangkan atau hukuman).
Perbedaan antara penguatan negatif
dan hukuman terletak pada perilaku yang ditimbulkan. Pada penguatan negatif,
menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan
perilaku yang diharapkan (sering bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus
yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk menghilangkan perilaku yang tidak
diharapkan (perilaku mencontek).
2.3 Jadwal Pemberian
Penguatan
1) Continuos
Reinforcement
Penguatan diberikan
secara terus menerus setiap pemunculan respon atau perilaku yang diharapkan.
Contoh, setiap anak mau mengerjakan PR (meskipun banyak yang salah), orang tua
selalu menghilangkan kritikan (menghilangkan stimulus tidak
menyenangkan/memberikan penguat negatif). Setiap anak mau membantu memakai
sepatu sendiri ketika akan berangkat sekolah, orang tua selalu memuji
(memberikan stimulus yang menyenangkan/penguat positif).
2) Partial Reinfocement
Penguatan diberikan dengan
menggunakan jadwal tertentu.
Jadwal Rasio Tetap (Fixed interval Schedule – FI), yaitu pemberian
penguatan berdasarkan frekuensi atau jumlah respon/tingkah laku tertentu secara
tetap. Contoh: Guru TK berkata, “Jika kalian sudah selesei mengerjakan 10 saol,
kalian mendapat hadiah permen.” Tanpa peduli jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan soal tersebut. Siswa mampu menyelesaikan 10 soal (jumlah perilaku
yang diharapkan) dan mendapat hadiah permen (merupakan satu penguatan). Dalam
pembelajaran, pelaksanaan penguatan ini dapat ditingkatkan jumlah perilakunya
secara bertahap, misalnya meningkat mulai 5 soal dapat dikerjakan mendapat satu
penguatan (FR-5), meningkat menjadi 10 soal mampu dikerjakan satu penguatan
(FR-10), dan seterusnya. Akhirnya, pesrta didik diharapkan mampu mengerjakan
banyak soal dengan satu penguatan atau bahkan tanpa adanya penguatan.
Jadwal Internal Tetap (Fixed Interval Schedule-FI), penberian
penguatan berdasarkan jumlah waktu tertentu secara tetap. Dalam, FI jumlah
waktunya yang tetap. Contoh ini sangat cocok digunakan seorang ibu untuk melatih
anak kecilnya agar mengurangi kebiasaan makan atau minum susu berlebihan. Ibu
berkata pada susternya, “Si Badu hanya diberikan susu setiap 1 jam sekali”.
Jadi, meskipun Si Bedu menangis, karena belum 1 jam, suster tidak boleh
memberikan susu. Minum susu setiap 1 jam (perilaku yang diharapkan) dan
pemberian susu oleh suster (penguatan yang diberikan). Jumlah waktu bisa
ditingkatkan nenjadi setiap 2 jam (FI-2), 3 jam (FI-3) sampai akhirnya menjadi
4 sekali (FI-4).
Jadwal Rasio Variabel ( Variable Ratio Schedule – VR), pemberian penguatan berdasarkan perilaku, tetapi jumlah
perilakunya tidak tetap. Jadi, penguatan tetap diberikan untuk perilaku yang
diharapkan, tetapi jumlah perilakunya tidak tetap. Contoh paling tepat adalah
permainan anak-anak dengan cara memasukkan koin ke mesin untuk mendapatkan
hidak tahu pada perilakuadiah. Anak tersebut tidak tahu pada perilaku
memasukkan koin yang ke berapa kali, baru memperoleh hadiah.
Contoh dalam
pembelajaran adalah guru akan memberi nilai tambahan setiap peserta didik (dari
40 peserta didik di kelas) yang menjawab benar. Peserta didik akan mencoba
untuk menjawab belum tentu benar berkalli-kali- VR ) dan tambahan nilai
(penguat VR).
Jadwal Interval Variabel (Variabel Interval Schedule – VI), pemberian
penguatan pada suatu perilaku, tetapi
jumlah waktunya tidak tetap yaitu tidak dapat ditentukan kapan waktunya tidak
tetap. Jika dalam VR, jumlah perilakunya tetap. Dalam VI, jumlah waktunya tidak
tetap. Contoh, guru secara acak melakukan pemeriksaan secara keliling di kelas
terhadap pekerjaan peserta didik yang menjawab benar dan guru memneri pujian
setiap menemukan jawaban benar peserta didik. Peserta didik tidak tahu kapan
guru menghampiri dan melihat pekerjaannya serta memujinya jika jawabannya
benar. Karena peserta didik tidak tahu kapan gurunyamenghampiri, peserta didik
tersebut selalu berusaha mengerjakan dengan benar setiap saat. Peserta didik
mengerjakan benarsetiap saat (perilaku-VI) dan guru yang sempat menghampiri dan
memberi pujian pada waktu yang tidak tetap (penguatan-VI).
1)
Keefektifan Hukuman
Hukuman hendaknya
diberikan untuk perilaku yang sesuai. Terkadang hukuman diberikan terlalu
berat, terlalu ringan, bahkan bentuk hukuman yang tidak ada kaitan dengan pperilaku yang ingin
dihilangkan. Contoh: peserta didik yang tidak mengerjakan PR harus keliling
lapangan 10 X (hukuman tidak sesuai), mungkin hukuman yang cocok, peserta didik
diberikan PR yang lebih banyak daripada temannya, dan lain-lain.
3.
Thondike
Teori belajar
Thondike di kenal dengan istilah koneksionisme (connectionism). Teori ini memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah
adanya asosiasi atau menghubungkan antara kesan indera (stimulus) dengan
dorongan yang muncul untuk bertindak (respon), yang di sebut dengan connecting. Dalam teori ini juga di
kenal istilah selecting, yaitu
stimulus yang beraneka ragam di lingkungan melalui proses mencoba-coba dan
gagal (trial &error). Setiap
organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan tindakan yang
sifatnya coba-coba. Jika dalam mencoba itu secara kebetulan ada tindakan yang
dianggap memenuhi tuntutan situasi, tindakan yang kebetulan cocok itu akan “di
pegang”. Karena latihan yang terus menerus, waktu yang digunakan untuk
coba-coba itu semakin lama semakin efisien. Dalem teori ini, proses tersebut
terjadi secara mekanistik, tanpa penalaran, tidak melihat situasi keseluruhan,
dan terjadinya secara bertahap.
Percobaan Thorndike
adalah sebagai berikut. Seekor kucing yang lapar dimasukkan ke dalam kandang
tertutup yang ada pintunya, tetapi pintu tersebut di beri pedal, apabila pedal
di injak, pintu terbuka. Di luar kandang diletakkan sepiring makanan (daging).
Apa reaksi kucing/ Mula-mula kucing bergerak ke sana ke mari ml pintu
mencoba-coba hendak keluar dari kandang. Lama kelamaan pada suatu ketika secara
kebetulan terinjak pedal pintu oleh salah satu kakinya. Pintu kandang terbuka
dan kucing keluarlah menuju makanan.
Percobaan di ulangi
lagi. Tingkah laku itu meskipun sama seperti pada percobaan pertama, hanya
waktu yang dibutuhkan untuk bergerak ke sana ke mari lebih singkat. Setalah
diadakan percobaan berkali-kali, akhirnya kucing itu tidak perlu lagi kesana
kemari, tetapi langsung menginjak pedal pintu dan terus keluar menuju makanan.
Dalam teori koneksionisme, di kenal dengan hukum-hukum Thorndike, yaitu hukum
akibat (low of effect), hukum
kesiapan(law of readiness), dan hukum
latihan (law of exercise)
a.
Hukum Akibat (Low of Effect)
Suati tindakan atau
tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan yang menyenangkan (cocok dengan
tuntutan situasi) akan diulangi, di ingat, dan dipelajari dengan
sebaik-baiknya.
Suatu
tindakan/tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan
(tidak cocok dengan tuntutan situasi) akan dihilangkan atau dilupakan. Tingkah
laku ini terjadi secara otomatis. Contoh: Jika dapat membuat lampion dengan
rapi, peserta didik merasa sangat puas karenamendapat pujian. Tindakan tersebut
akan diulangi, di ingat, dan depelajari dengan sebaik-baiknya bahkan berusaha menjadi
lebih baik lagi.
b.
Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Kesiapan untuk bereaksi terhadapsuatu stimilus yang di
hadapi sehingga reaksi tersebut menjadi memuaskan. Pernyataan tersebut dapa
dijabarkan sebagai berikut:
Ø
Jika individu siap melakukan tindakan, melakukan tindakan
itu akan menimbulkan kepuasan. Contoh: Peserta didik yang merasa sangat siap
menghadapi ulangan dengan belajar keras, mengikuti ulangan merupakan suatu
tindakan yang menyenangkan karena dapat mengerjakan dengan benar.
Ø
Individu siap melakukan tindakan, tidak melakukan tindakan
akan menimbulakan kesalahan. Contoh: Peserta didik yang merasa sangat siap
menghadapi ulangan dengan belajar keras, maka tidak mengikuti ulangan dengan
belajar keras, maka tidak mengikuti ulangan karena ulangan dibatalkan akan
menimbulkan rasa tidak puas, mungkin jengkel karena usahanya percuma.
Ø
Jika individu tidak siap melakukan tindakan, maka melakukan
tindakan akan menimbulkan kekesalan. Contoh: Peserta didik tidak siap (tidak
belajar) untuk menghadapi ulangan yang mendadak , maka tindakan mengikuti
ulangan akan menimbulkan kekesalan (merasa tidak menyenangkan-khawatir nilai
jelek).
Jadi dalam
melakukan suatu perbuatan (belajar), sering akan di capai hasil yang memuaskan
apabila individu siap menerima dan melakukan sesuatu dengan tidak ada hambatan.
c.
Hukum Latihan (Law of Exercise)
Prinsip dalam latihan ini
adalah tingkat frekuensi untuk mempraktikkan (seiringnya menggunakan hubungan
stimulus-respon), sehingga hubungan tersebut semakin kuat. Praktik tersebut lebih
efektif jika disertai reward. Hukum ini mengenai istilah law of use dan low of
disuse.
Ø
Makin sering hubungan antara stimulus & respon dilakukan
maka akan makin kuat koneksinya (law of use). Contoh: Guru melempar bola akan
peserta didik harus menangkapnya bola (respon). Jika sering dipraktikan,
hubungan stimulus-respon semakin kuat,
yang akhirnya peserta didik menjadi terampil menangkap bola.
Ø
Jika hubungan antara stimulus & respon dihentikan untuk
periode tertentu, koneksinya akan melemah (law of dis-use). Contoh:
Keterampilan peserta didik menangkap bola itu terjadi karena latihan. Jika
latihan menangkap bola dihentikan dalam jangka waktu yang relative lama (tidak
di latih), lama kelamaan keterampilan menangkap bola menjadi berkurang atau
bahkan hilang (hubungan S-R melemah).
Tanpa informasi
atau umpan balik yang memberi “reward” hanya terjadi perubahan kecil dalam
distribusi respons.
4.
E.RGuthrie
Menurur Guthrie,tingkah laku
manusia itu secara keseluruhan merupakan rangkaian tingkah laku yang terjadi atas
unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respon-respon dari stimulus
sebelumnya dan kemudian unit respon tersebut menjadi stimulus yang kemudian
akan menimbulkan respon bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikian
seterusnya sehingga merupakan deretan tingkah laku yang terus menerus. Jadi
proses terbentuknya rangkaian tingkah laku tersebut terjadi dengan kondisioning
melalui proses asosiasi antara nit tingkah laku yang satu dengan unit tingkah
laku lainya menjadi semakin kuat. Prinsip belajar pembentukan tingkah laku ini
disebut law association.
Menurut Guthrie,untuk
memperbaiki tingkah laku yang jelek harus dilihat dari rentetan unit-unit
tingkah lakunya,kemudian diusahakan untuk menghilangkan atau mengganti unit
tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang seharusnya.
Tiga metode
mengubah tinhkah laku menurut tingkah laku ini,yaitu:
I.
Metode respon bertentangan
II.
Metode membosankan
III.
Metode mengubah lingkungan
2.3 Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran
Untuk mengaitkan teori
behaviorisme dengan praktik pembelajaran,perlu dipahami terlebih dulu,mengenai
prinsip belajar menerut behaviorisme. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Teori ini beranggapan bahwa yabg dimaksud dengan belajar
adalah perubahan tingkah laku.seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika
yang bersangkutan dapat menunjukan perubahan tingkah laku tertentu. Perubahan
perilaku itu bias negative atau positif bergantung apa yang ingin dipelajari.
2.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati,yang terjadi karena hubungan stimulus dan respon,sedangkan proses yang
terjadi antara stimulus respon,yang tidak dapat diamati itu tidak penting.
3.
Perlunya Reinforcement untul memunculkan perilaku yang
diharapkan. Respons akan semakin kuat jikareinforcement(baik positif maupun
negative) ditambah.
Penekanan proses belajar
menurut teori behaviorisme ini adalah hubungan stimulus dan respon. Dengan
demikian,agar pembelajaran dikelas menjadi efektif,hendakya guru perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Guru hendaknya memilih jenis stimulus yang tepat untuk
diberikan kepada peserta didik agar peserta dapat memberikan respon yang
diharapkan.
b.
Guru hendaknya menentukan jenis respon yang harus
dimunculkan oleh peserta didik. Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukan
peserta didik benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan,guru harus mampu
menetapkan bahwa respons itu dapat diamati dan diukur.
c.
Guru perlu memberikan reward yang tepat untuk meningkatkan
perilaku yang diharapkan muncul dari peserta didiknya.
d.
Guru hendaknya segera memberikan umpan balik secara
langsung,sehingga sipelajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan
telah benar tau belum.
Meningkatkan Perilaku yang Diinginkan
Enam strategi pengkondisian
operan dapat dignakan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan,yaitu
:memilih penguat yang efektif,membuat penguat yang bergantung dan tepat
waktu,memilih jadwal terbaikuntuk penguatan,mempertimbangkan membuat perjanjian
kontrak,menggunakan penguatan negative secara efektif,dan menggunakan arahan
seta pembentukan
1.
Memilih Penguat
yang Efektif
Guru harus mampu
menemukan penguat mana yang berhasil dengan paling baik untuk setiap peserta
didiknya, yaitu membedakan setiap individu dalam menggunakan penguat tertentu.
Satu jenis penguat tertentu untuk peserta didik A belum tentu cocok untuk
peserta didik B. contoh: peserta didik A cocok dengan penguat pujian,peserta
didikC cocok dengan aktivitas dengan diberikan aktivitas tertentu yang disukai,
dan lain-lain. Untuk mengetahui penguat mana yang disukai dapat ditanyakan
langsung kepada peserta didik tentang penguat mana yang paling disukai atau
dengan memeriksa sejarah penguatan dari guru lain.
2.
Membuat penguat
menjadi bergantung pada tepat dan waktu.
Agar penguat
efektif, guru harus memberikan penguat secara tepat waktu dan segera mungkin
setelah anak menampilkan perilaku tertentu yang diharapkan.
3.
Pilih jadwal
terbaik untuk penguatan
Guru harus memilih
jadwal penguatan terbaik sesuai dengan tuntutan perilaku peserta didik yang
diharapkan guru. Pilihan jadwal tersebut adalah; jadwal rasio tetap, jadwal
rasio variabel, jadwal interval tetap, dan jadwal interval variabel, dan ke
empat jenis jadwal penguatan sudah diuraikan sebelumnya.
4.
Pertimbangan untuk
Membuat Kontrak
Analisis perilaku
terapan menyarankan bahwa kontrak kelas seharusnya merupakan hasil masukan dari
guru maupun peserta didik. Pembuatan kontrak melibatkan pembuatan
ketergantungan penguatan secara tertulis. Jika masalah timbul, dan peserta
didik ingkar janji, guru dapat menunjukkan kontrak yang telah mereka setujui.
5.
Gunakan Pnguatan
Negatif secara efektif
Penguatan negative,
meningkatkan frekuensi respon dengan menghilangkan stimulus yang tidak disukai.
Contoh: stimulus guru yang sering mengkritik atau tidak menghargai jawaban
serta pertanyaan peserta didik harus
dihilangkan agar frekuensi bertanya dan frekuensi berani menjawab semakin
meningkat.
6.
Gunakan Arahan dan
Pembentukan
Arahan merupakan
stimulus yang ditambahkan atau isyarat yang diberikan tepat sebelum terjadinya
kemungkinan peningkatan respon yang diinginkan. Arahan membantu perilaku
terjadi. Setelah peserta didik secara konsisten memperlihatkan respon yang
benar, arahan tidak lagi dibutuhkan. Jika arahan belum mampu membuat peserta
didik menampilkan perilaku yang diharapkan, guru perlu membantu dengan
pembentukan. Pembentukan (shaping)
melibatkan pembelajaran perilaku baru dengan memperkuat perkiraan secara
berturut-turut terhadap suatu perilaku sasaran.
Mengurangi Perilaku yang Tidak Diinginkan
Ada beberapa langkah yang dapat
digunaka guru untuk mengurangi perilaku anak yang tidak diinginkan, seperti:
menganggu teman, memonopoli diskusi kelas, bersikap sok tau pada guru (Alberto
& Troutman dalam Santrouck)
1.
Gunakan Penguatan
Deferensial
Dalam penguatan
deferensial, guru memperkuat perilaku yang lebih pantas atau perilaku yang
tidak sesuai dengan apa yang dilakukan anak tersebut. Contoh: guru dapat
memperkuat pesrta didik untuk melakukan aktivitas pembelajaran dengan
memanfaatkan komputer dari pada komputer hanya dipakai untuk memainkan game.
2.
Hentikan Penguatan (Extinction)
Tanpa disengaja
guru memberikan penguatan positif yang justru membuat perilaku pesrta didik
yang tidak diharapkan semakin terpelihara. Dengan demikian,guru harus segera
menghentikan penguatan positif tersbut agar perilaku yang tidak diharapkan
menurun atau hilang dan guru memberikan penguatan positif lagi setelah perilaku
yang diharapkan muncul. Contoh, guru selalu memberi perhatian pada pesrta didik
yang selalu bertanya dan menjawab dalam acara diskusi kelompok, akhirnya ada
pesrta didik yang tanpa sadar mendominasi peserta didik lain hanya untuk
mengejar pujian atau nilai. Dalam kasus ini, guru segera menghentikan penguatan
dengan cara meminta pesrta didik tersebut agar memberi kesempatan pada teman
lain yang belum aktif.
3.
Hilangkan Stimulus
yang Diinginkan
Jika menghentikan
pemberian penguatan tetap tidak berhasil meningkatkan respon diharapkan,
penghilangan stimulus yang diinginkan harus dilakukan oleh guru, dengan cara time out dan respon cost. Time out adalah penghentian penguatan positif terhadap
seseorang untuk sementara yaitu hamper sama dengan penghentian penguatan, yang
berbeda adalah waktu penghentian penguatan positif lebih lama sampai terbentuk
lagi perilaku yang diingikan.
Biaya respon (respon cost) adalah menjauhkan atau
menganbil penguatan-penguatan positif dari seseorang, seperti peserta didik
kehilangan hak istimewa tertentu, guru dapat menghilangkan waktu 10 menit
istirahatnya atau menghilangkan haknya untuk menjadi pemantau kelas.
4.
Hadirkan Stimulus
yang Tidak Disukai (Hukuman)
Jenis stimulus yang
tidak disukai dan paling umum digunakan guru adalah teguran verbal serta
disertai dengan kerutan dahi atau kontak mata. Tindakan ini lebih efektif
digunakan ketika guru berada dekat dengan peserta didik. Teeguran tidak harus
disertai bentakan atau teriakan, yang seringkali hanya menaikkan tingkat
kegaduhan dikelas dan menjadikan guru sebagai model yang tidak terkendali bagi
peserta didik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas
kiranya dapat di simpulkan bahwa Teori
Belajar behavioristik adalah teori
belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus
dan respon. Tokoh penting dalam teori belajar behaviorisme secara teoritik
antara lain adalah : Pavlov.Skinner,E.L.Thorndke,dan E.R.Guthrie.
Adapun Aplikasi
teori behaviorisme dalam pembelajaran yaitu meningkatkan perilaku yang
diinginkan dan mengurangu perilaku perilaku yang tidak diinginkan. Metode behavioristik ini sesuai untuk perolehan kemampaun yang
membuthkan praktek dan pembiasaan juga sesuai diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa.
B. Saran
Dari makalah ini
pemakalah memberi saran kepada pembaca,
sebagai calon guru hendaknya kita untuk menginstroveksi
diri terhadap tingkah laku orang lain ataun peserta didik agar menjadi pembelajaran
bagi kita untuk menjadi lebih baik.